Jika perbuatan Notaris
yang merugikan pihak lain (klien) adalah dalam rangka jabatannya (dalam rangka
pembuatan akta), maka sesuai Pasal 67 ayat (1) UU No.30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (“UUJN”), pihak yang berwenang
untuk mengawasi tugas Notaris adalah Menteri, yakni Menteri Hukum dan HAM.
Untuk melaksanakan lebih lanjut pengawasan Notaris, Menteri membentuk Majelis
Pengawas yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi notaris, dan
ahli/akademisi (Pasal 67 ayat (2) dan (3) UUJN).
Sesuai Pasal 68
UUJN Majelis Pengawas Notaris terdiri dari Majelis Pengawas
Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas
Daerah merupakan pengawas Notaris pada tingkat pemeriksaan pertama, sehingga
pihak yang dirugikan oleh Notaris melapor kepada Majelis Pengawas Daerah yang
berkedudukan di Kabupaten atau Kota (Pasal 69 ayat [1] UUJN).
Kewenangan Majelis
Pengawas Daerah disebutkan dalam Pasal 70 UUJN antara
lain adalah:
- menyelenggarakan
sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau
pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris; serta
- menerima
laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode
Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang.
Menurut Winanto
Wiryomartani, S.H., M.H., notaris senior yang juga anggota Majelis Pengawas
Pusat Notaris, notaris adalah pejabat umum untuk melayani masyarakat. Jadi,
dalam rangka pembuatan akta otentik oleh notaris, masyarakat wajib dilindungi.
Untuk itulah makanya diciptakan majelis pengawas yang fungsinya melindungi
masyarakat jika terjadi "malpraktek" oleh notaris. Pengawasan ini
tujuannya adalah pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran yang merugikan
masyarakat (sebagaimana dikutip dari artikel berjudul "Sudah Pindah,
Tapi Masih Pasang Papan Nama" (sumber: Media Notaris, 21
Mei 2012).
Jika seorang notaris yang
diawasi terus-menerus melakukan pelanggaran maka dilakukan penindakan. Untuk
ini notaris yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku
dengan melihat pelanggaran yang dilakukannya. UUJN menyebutkan bahwa sanksi
yang paling ringan adalah teguran lisan. Sanksi kedua adalah teguran tertulis,
dan yang ketiga, sanksinya adalah pemberhentian sementara maksimal 6 bulan.
Sanksi yang terakhir adalah pemecatan terhadap jabatannya baik dengan hormat
atau tidak hormat (Pasal 85 UUJN).
Selain itu, para notaris
di Indonesia juga berhimpun dalam satu wadah organisasi profesi, yakni Ikatan
Notaris Indonesia (INI) yang juga memiliki kode etik, yaitu Kode Etik Notaris.
Sehingga, selain tunduk pada UUJN, para notaris juga tunduk pada Kode Etik
Notaris yang dikeluarkan oleh INI.
Dalam penegakan kode etik
notaris, ada dewan kehormatan yang antara lain tugasnya adalah:
- melakukan
pengawasan dalam menjunjung tinggi kode etik;
- memeriksa
dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang
bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan
masyarakat secara langsung; serta
- memberikan
saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik
dan Jabatan Notaris.
Masih dari situs media
notaris disebutkan contoh pelanggaran-pelanggaran kode etik yang ditangani
Dewan Kehormatan antara lain adalah jika oknum notaris mengiklankan diri atau
menggunakan birojasa untuk menjaring klien-kliennya. Termasuk juga
menjelek-jelekkan teman seprofesi tentang pekerjaan notaris lain. Antara Dewan
Kehormatan dan Majelis Pengawas masing-masing berhak melakukan pemeriksaan
sendiri-sendiri jika ada oknum notaris yang melakukan pelanggaran.
Ketentuan lebih jauh
mengenai pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat pertama oleh Dewan
Kehormatan bisa dilihat pada Pasal 9 Kode Etik Notaris:
1. Apabila
ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan
tersebut berasal dari pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun
karena laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan
Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja Dewan
Kehormatan Daerah wajib segera mengambil tindakan dengan mengadakan sidang
Dewan kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran
tersebut.
2. Apabila
menurut hasil sidang Dewan Kehormatan Daerah sebagaimana yang tercantum dalam
ayat (1), ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam
waktu 7 hari kerja setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah
berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut dengan surat
tercatat atau dengan ekspedisi, untuk didengar keterangannya dan diberi
kesempatan untuk membela diri.
3. Dewan
Kehormatan Daerah baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau
tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya
(apabila terbukti), setelah mendengar keterangan dan pembelaan diri dari
anggota yang bersangkutandalam sidang Dewan Kehormatan Daerah yang diadakan
untuk keperluan itu, dengan perkecualian sebagaimana yang diatur dalam ayat
(6) dan ayat (7) pasal ini.
4. Penentuan
putusan tersebut dalam ayat (3) diatas dapat dilakukan oleh Dewan Kehormatan
Daerah, baik dalam sidang itu mapan dalam sidang lainnya, sepanjang penentuan
keputusan melanggar atau tidak melanggar tersebut, dilakukan
selambat-lambatnya dalam waktu 15 harikerja, setelah tanggal sidang Dewan
Kehormatan Daerah dimana Notaris tersebut telah didengar keterangan dan/atau
pembelaannya.
5. Bila
dalam putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran
terhadap Kode Etik, maka sidang sekaligus menentukan sanksi terhadap
pelanggarnya.
6. Dalam
hal anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak memberi kabar apapun dalam
waktu 7 hari kerja setelah dipanggil, maka Dewan Kehormatan Daerah akan
mengulangi panggilannya sebanyak 2 kali dengan jarak waktu 7 hari kerja,
untuk setiap panggilan.
7. Dalam
waktu 7 hari kerja, setelah panggilan ke tiga ternyata masih juga tidak
datang atau tidak memberi kabar dengan alasan apapun, maka Dewan Kehormatan
Daerah akan tetap bersidang untuk membicarakan pelanggaran yang diduga
dilakukan oleh anggota yang dipanggil itu dan menentukan putusannya,
selanjutnya secara mutatis mutandis berlaku ketentuan dalam ayat (5) dan ayat
(6) diatas serta ayat (9).
8. Terhadap
sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari
keanggotaan Perkumpulan diputuskan, Dewan Kehormatan Daerah wajib
berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pengurus Daerahnya.
9. Putusan
sidang Dewan Kehormatan Daerah wajib dikirim oleh Dewan Kehormatan Daerah
kepada anggota yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan
tembusannya kepada Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan Dewan
Kehormatan Pusat, semuanya itu dalam waktu 7 hari kerja, setelah dijatuhkan
putusan oleh sidang Dewan Kehormatan Daerah.
10. Apabila pada tingkat
kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka Dewan
Kehormatan Wilayah berkewajiban dan mempunyai wewenang untuk menjalankan
kewajiban serta kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan
Kode Etik atau melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan
Daerah kepada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dan tempat
kedudukan atau tempat tinggal anggota yang melanggar Kode Etik tersebut. Hal
tersebut berlaku pula apabila Dewan Kehormatan Daerah tidak sanggup
menyelesaikan atau memutuskan permasalahan yang dihadapinya.
|
Berdasarkan Pasal
6 Kode Etik Notaris, sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap Notaris
yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa: teguran, peringatan,schorsing (pemecatan
sementara) dari keanggotan Perkumpulan, onzetting(pemecatan) dari
keanggotaan Perkumpulan, pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
Perkumpulan.
Jadi, pada intinya apabila ada
pihak yang dirugikan oleh notaris, pihak tersebut cukup melaporkan kepada
Majelis Pengawas Daerah atau Dewan Kehormatan Daerah jika kerugian itu timbul
karena adanya pelanggaran dalam jabatan notaris atau pelanggaran kode etik.
Atau, dilaporkan ke polisi jika perbuatan notaris tersebut sudah di luar
jabatannya seperti diuraikan sebelumnya
source : hukumonline
smpai saat ini msh ada ksus dr pihak yg d rugikan o notaris..dan bukti2 sdh jls ada bahkan sdh d kjaksaan ttp msh sj menggantung....ada apakah....
BalasHapusTlng utk MPD,MPW bandar lampung...,di cek atau di periksa notaris2 yg melanggar aturan dan prosedur...kode etik..krn sy adalah korban
BalasHapus