Minggu, 18 Maret 2012

Asas-asas Hukum Acara Pidana (Bagian 3)

Asas Pemeriksaan Secara Langsung

Asas ini adalah asas yang menyatakan bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan dalam Peradilan Pidana adalah proses pemeriksaan secara langsung dengan kehadiran terdakwa (in presentia) dan juga kepada para saksi. 

Asas Keseimbangan

Asas ini adalah asas bahwa Hukum Acara Pidana dalam penerapannya harus memperhatikan keseimbangan antara perlindungan harkat dan martabat manusia di satu sisi dan perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat disisi yang lainnya. Oleh karena itu, setiap hukuman yang diputuskan harus mengandung dua unsure ini agar asas keseimbangan dapat diwujudkan dalam setia proses Peradilan Pidana.

Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi

Asas tentang perlunya memberikan ganti rugi dan rehabilitasi kepada masyarakat yang dirugikan akibat putusan peradilan yang salah. Misalnya dalam kasus error in persona.

Asas Pemeriksaan Tersangka/Terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum

Asas ini selain diatur dalam KUHAP juga merupakan asas utama yang tercantum dalam ICCPR (International Convention of Civil and Political Rights) bahwa setiap terdakwa berhak untuk didampingi oleh penasehat hukum di semua tingkatan peradilan, berhak untuk memilih sendiri penasehat hukumnya, dan wajib untuk diberikan bantuan secara cuma-Cuma untuk terdakwa dengan ancaman pidana mati/ atau pidana penjara 15 tahun/ atau bagi yang tidak mampu dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih

Rabu, 14 Maret 2012

Asas-asas Hukum Acara Pidana (Bagian 2)

Asas Legalitas dan Oportunitas

Asas Legalitas dalam Hukum Acara Pidana adalah hal yang berbeda dengan Asas Legalitas dalam KUHP. Dalam KUHP Asas legalitas adalah asas yang manyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dihukum tanpa adanya aturan yang mengatur sebelumnya. Namun dalam Hukum Acara Pidana asas legalitas dimaknai sebagai asas yang menyatakan bahwa setiap Penuntut Umum wajib menuntut setiap perkara. Artinya, legalitas yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bahwa setiap perkara hanya dapat diproses di pengadilan setelah ada tuntutan dan gugatan terhadapnya. Sedangkan Asas Oportunitas adalah asas yang menyatakan bahwa Penuntut Umum memiliki hak untuk menuntut atau tidak menuntut sebuah perkara.

Kedua asas ini pada dasarnya bukanlah hal yang kontradiksi, karena Asas Legalitas berkenaan dengan Perkara yang akan diproses di pengadilan (lagalitas terhadap perkaranya) sedangkan asas oportunitas berkenaan dengan hak penuntut umum. Apabila Penuntut Umum menggunakan haknya untuk menuntut di pengadilan maka perkara tersebut mendapatkan legalitasnya untuk dip roses di pengadilan.

Asas Perlakuan sama dihadapan hukum (Equal Justice Under The Law)

Asas ini adalah asas yang menyatakan bahwa setiap orangmemilik hak yang sama dihadapan hukum. Namun prakteknya, asas ini adalah asas yang paling sering dilanggar.

Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum

Pasa prinsipnya setia persidangan harus dilakukan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara anak dan kesusilaan. Hal ini sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 153 ayat (3) KUHAP. Apabila  sidang pengadilan tidak terbuka untuk umum maka putusan hakim akan dianggap batal demi hukum sesuai dengan ketentuan dalam pasal 153 ayat (4) KUHAP. 

Selasa, 13 Maret 2012

Asas-asas Hukum Acara Pidana (Bagian 1)

Asas-asas dalam hukum acara pidana, antara lain :

1.      Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Asas ini adalah asas yang mendasari setiap proses peradilan di Indonesia. Pada dasarnya asas ini tidak dikhususkan hanya pada peradilan pidana saja, akan tetapi pada semua tingkatan peradilan asas ini diberlakukan sebagai prinsip dasar penyelenggaraan proses peradilan.
Cepat artinya Pengadilan dapat dijadikan sebagai institusi yang dapat mewujudkan keadilan secara cepat oleh para pencari keadilan. Sederhana artinya semua proses penanganan perkara dilaksanakan secara efisien dan se-efektif mungkin dan Biaya Ringan artinya bahwa biaya yang dikeluarkan selama proses penyelesaian perkara di pengadilan adalah biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat.

2.      Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocent)

Asas Praduga tak Bersalah atau yang lebih dikenal dengan terminology asingnya “Presumption of Innocent” adalah asas hukum yang menyatakan bahwa setiap orang harus dinyatakan tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang bersifat tetap. Asas ini diatur dalam pasal 8 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 jo. Pasal 8 ayat (1) Undang-undang No.48 Tahun 2009.

3.      Asas Akusator dan Inkuisator

Asas Akusator dan Inkuisator adalah asas yang berkenaan dengan proses pemeriksaan terdakwa di Pengadilan. Asas Akusator adalah asas dimana pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan terdakwa sebagai subjek pemeriksaan. Sedangkan Asas Inkuisator adalah asas dimana pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan terdakwa sebagai objek pemeriksaan. 

Senin, 12 Maret 2012

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA


1.      Hakim bersifat menunggu
Dalam perkara perdata, inisiatif untuk mengajukan perkara kepengadilan sepenuhnya terletak pada pihak yang berkepentingan;

2.      Hakim dilarang menolak perkara
Bila suatu perkara sudah masuk ke pengadilan hakim tidak boleh menolak untuk memeriksan dan mengadili perkara tersebut, dengan alasan hukumnya tidak atau kurang jelas.
Bila hakim tidak dapat menemukan hukum tertulis maka ia wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat atau mencari dalam Yurisprudensi (Ps 14 ayat 1 UU No. 14/ 1970);

3.      Hakim bersifat aktif
Hakim membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan;

4.      Persidangan yang terbuka
Asas ini dimaksudkan agar ada kontrol sosial dari masyarakat atas jalannya sidang peradilan sehingga diperoleh keputusan hakim yang obyektif, tidak berat sebelah dan tidak memihak (Ps 17 dan 18 UU no 14/1970);

5.      Kedua belah pihak harus didengar
Dalam perkara perdata, para pihak harus diperlakukan sama dan didengar bersama-sama serta tidak memihak. Pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang, hal ini berarti bahwa didalam Hukum Acara Perdata hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak saja, pihak lawannya harus diberi kesempatan untuk memberikan keterangan dan pemeriksaan bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri oleh keduabelah pihak;

6.      Putusan harus disertai alasan
Bila proses pemeriksaan perkara telah selesai, maka hakim memutuskan perkara tersebut. Keputusan hakim harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar untuk mengadilinya. Alasan-alasan yang dicantumkan tersebut merupakan pertanggungjawaban hakim atas keputusannya kepada pihak-pihak yang berperkara dan kepada masyarakat sehingga mempunyai nilai obyektif dan mempunyai wibawa;

7.      Sederhana, cepat dan biaya ringan
Sederhana yaitu acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Cepat menunjuk pada jalannya peradilan banyak formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan (mis. Perkara tertunda bertahun-tahun karena saksi tidak datang atau para pihak bergantian tidak datang bahkan perkara dilanjutkan oleh ahli waris). Biaya ringan maksudnya agar tidak memakan biaya yang banyak;

8.      Obyektivitas
Hakim tidak boleh bersikap berat sebelah dan memihak. Para pihak dapat mengajukan keberatan, bila ternyata sikap hakim tidak obyektif;

9.      Hak Menguji Hakim tidak dikenal
Hakim Indonesia tidak mempunyai hak menguji undang-undang. Hak ini tidak dikenal oleh UUD. Dalam pasal 26 ayat 1 UU tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (UU No. 14/1970) dinyatakan bahwa Hak menguji diberikan kepada mahkamah agung terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari UU dan dapat menyatakan peraturan perundang-undangan tersebut tidak sah.

PACTA SUNT SERVANDA


Pacta Sunt Servanda (aggrements must be kept) adalah asas hukum yang menyatakan bahwa “setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini menjadi dasar hukum Internasional karena termaktub dalam pasal 26 Konvensi Wina 1969 yang menyatakan bahwa “every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith” (setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik)[1].

Pacta sunt Servanda pertama kali diperkenalkan oleh Grotius yang kemudian mencari dasar pada sebuah hukum perikatan dengan mengambil pronsip-prinsip hukum alam, khususnya kodrat. Bahwa seseorang yang mengikatkan diri pada sebuah janji mutlak untuk memenuhi janji tersebut (promissorum implendorum obligati).

Menurut Grotius, asas pacta sunt servanda ini timbul dari premis bahwa kontrak secara alamiah dan sudah menjadi sifatnya mengikat berdasarkan dua alasan[2], yaitu :
  1. Sifat kesederhanaan bahwa seseorang harus berkejasama dan berinteraksi dengan orang lain, yang berarti orang ini harus saling mempercayai yang pada gilirannya memberikan kejujuran dan kesetiaan
  2. Bahwa setiap individu memiliki hak, dimana yang paling mendasar adalah hak milik yang bisa dialihkan. Apabila seseorang individu memilik hak untuk melepaskan hak miliknya, maka tidak ada alasan untuk mencegah dia melepaskan haknya yang kurang penting khususnya melalui kontrak.






[1] UN Conventions on the Laws of Treaties, Viena (23 May 1969), Article 26
[2] Grotius, H., the Law of War and Peace : De Jure Bell et Paris, 1646 ed, Kesley, FW. trans., Oxford 1916-25 and Punderof,S., The Law of Nature and Nations: De Jure Naturae et Gentium, 1688 ed. Oxford, 1934. 

CONTOH SURAT KUASA

SURAT  KUASA
Nomor : __/SK/XI/2011

Yang bertanda tangan di bawah ini :

(nama Orang)______, beralamat (Alamat)____________, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya tersebut di bawah ini, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMBERI KUASA.

Dengan ini menerangkan dan menyatakan memberi Kuasa Penuh dengan Hak Retensi dan Hak untuk melimpahkan (substitusi) kepada :

(Nama Orang)_____________, S.H.

Para Advokat pada Kantor hukum (Nama Kantor Hukum)_________, beralamat di (Alamat)_______________, Jakarta, baik bertindak secara sendiri-sendiri maupun secara bersama, untuk selanjutnya disebut sebagai PENERIMA KUASA.

------------------------------------- K H U S U S ---------------------------------------

-       Mendampingi, mewakili, memberikan bantuan hukum dan bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa sehubungan dengan adanya permasalahan hukum antara Pemberi Kuasa dengan (Nama Orang)____________________;

-       Serta melakukan upaya hukum lainnya;

Sehubungan dengan hal tersebut  Penerima kuasa diberi hak :

Membuat, menandatangani dan mengajukan Surat menyurat, Somasi dan/atau Tanggapan atas Somasi, menghadiri rapat-rapat dan/atau pertemuan-pertemuan, melakukan penagihan, negosiasi, menerima panggilan-panggilan dan pemberitahuan pengadilan, menghadiri persidangan-persidangan, mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi, menolak bukti-bukti dan saksi pihak, lawan, menghadap hakim, Pejabat Pengadilan, menghadap Pejabat Kepolisian, Kejaksaan, BUMN, memberikan keterangan-keterangan, mengadakan perdamaian dengan persetujuan Pemberi Kuasa, menerima uang dan menandatangani kwitansinya, mengajukan permohonan-permohonan yang perlu, menjalankan perbuatan-perbuatan atau memberikan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang Kuasa, menerima dan melakukan pembayaran-pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan Pemberi Kuasa, pada umumnya Penerima Kuasa diberi Hak untuk membuat dan menjalankan segala sesuatu yang dianggap perlu dan berguna bagi Pemberi Kuasa sesuai dengan HIR dan Rbg dan peraturan  perundang-undangan lainnya.


                                                                         Jakarta, __ November 2011
PENERIMA KUASA,                                                               PEMBERI KUASA,
                                                                     
                                                     

(_____________)                                                        (_____________)

Kamis, 08 Maret 2012

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK


Perjajian sebagai bukti formil terjadinya ikatan hukum perdata bagi kedua belah pihak yang melakukan perjanjian pada dasarnya akar dari setiap ikatan hukum perdata. Bahwa posisi perjanjian adalah hukum bagi kedua belah pihak yang melakukan perjanjian tersebut (Pacta Sun Servanda). Maka dari itu, dalam merancang sebuah perjanjiaan, maka setiap drafter perlu memikirkan bagaimana model penyelesaian sengketa yang akan timbul ketika perjanjian itu dikemudian hari ternyata bermasalah.
Secara garis besar, model penyelesaian sengketa keperdataan ada dua macam, yaitu : secara litigasi dan non-litigasi. Drafter perlu mempertimbangakan kedua macam model penyelesaian sengketa ini sebagai antisipasi ketika sengekta tidak dapat dislesaikan hanya dengan satu model penyelesaian saja. Kontrak yang baik pada umumnya adalah kontrak yang memiliki model penyelesaian sengeketa lebih dari satu dimana satu model penyelesaian secara litigasi dan non-litigasi.
Litigasi
Litigasi adalah model peyelesaian sengketa dengan membawa sengketa tersebut ke Pengadilan. Kadang dalam sengketa keperdataan hal ini adalah hal terakhir yang ditempuh apabila model penyelesaian sengketa secara non-litigasi tidak menemui kesepakatan diantara kedua belah pihak. Tapi tidak jarang juga kita menemui sebuah kontrak yang langsung menggunakan litigasi sebagai satu-satunya model penyelesaian sengketa yang diatur dalam perjanjian tersebut.
Non-litigasi (Alternative Dispute Resolution)
Mekanisme penyelesaian sengketa ini disebut sebagai non-litigasi karena merupakan metode penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar lembaga peradilan. Ada 4 (macam) metode penyelesaian sengekta non-litigasi yaitu :
-       Arbitrasi
Berdasarkan UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka (1) Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa Perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa;
-       Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa secara damai dimana ada keterlibatan pihak ketiga yang netral (mediator) , yang secara aktif membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak;
-       Negosiasi
Negosiasi adalah penyelesaian sengekta dengan menggunakan komunikasi dua arah dari kedua belah pihak yang bersengketa untuk merumuskan sebuah kesepakatan bersama
-       Konsiliasi
Upaya unutk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian bersama. 
Situs-Indonesia.com