Sabtu, 29 Juni 2013

Daftar RUU yang sedang dibahas di DPR RI (up date 30 Juni 2013)

Berikut draft Rancangan Undang-Undang yang sementara ini dibahas di DPR RI (update 30 Iuni 2013) :

RUU di Bidang Politik dan Keamanan

- RUU TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA
- RUU Usul Inisiatif DPR RI tentang Perjanjian Internasional (masih dalam proses Pembahasan Tingkat I)
- RUU Usul Inisiatif DPR RI tentang Penyiaran
- Naskah Akademik RUU Usul Inisiatif DPR RI tentang Perjanjian Internasional (masih dalam proses Pembahasan Tingkat I)
- RUU Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu
- NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
- RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
- RUU TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH
- RUU Tentang Aparatur Sipil Negara
- RUU Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi KependudukanKomisi
- NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH
- RUU Tentang Desa
- RUU Tentang Pemerintah Daerah
- RUU Tentang Jabatan Notaris
- Naskah Akademik RUU Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
- RUU tentang Pertanahan
- Naskah Akademik RUU Tentang Pertanahan
- RUU TENTANG KEIMIGRASIAN
- RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI
- RUU TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (BADAN LEGISLASI)
- RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004
- RUU Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
- RUU Tentang Mahkamah Agung

RUU di Bidang Ekonomi dan Keuangan

- RUU TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA DAN PIUTANG DAERAH
- RUU Tentang USAHA PERASURANSIAN

RUU di Bidang Industri dan Pembangunan

- RUU TENTANG HORTIKULTURA
- RUU TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PEMBALAKAN LIAR (P3L)
- RUU TENTANG RUMAH SUSUN
- RUU TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
- RUU Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
- RUU Tentang Pangan
- RUU Tentang Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan
- RUU tentang Lembaga Keuangan Mikro
-RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang
- RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
- Naskah Akademik RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
- RUU TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI
- RUU TENTANG SISTEM RESI GUDANG
- RUU TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
- RUU tentang KOPERASI
- RUU TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

RUU di Bidang Kesejahteraan Rakyat

- RUU TENTANG PENDIDIKAN TINGGI
- RUU Jaminan Produk Halal
- RUU tentang Penanganan Konflik Sosial
-RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI
- RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG TENAGA KESEHATAN
- RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
- RUU Tentang Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
- RUU Tentang Keperawatan
- Kerangka Acuan Kunjungan Kerja Ke Amerika Serikat Panitia Kerja Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Kesehatan Jiwa Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

RUU yang dibahas di Panitia Khusus

- RUU TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
- RUU TENTANG PROTOKOL
- RUU TENTANG BANTUAN HUKUM
- RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
- RUU TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (PANSUS)
- RUU TENTANG KEAMANAN NASIONAL
- RUU Tentang Organisasi Masyarakat
- RUU TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN

Link download

Selasa, 18 Juni 2013

Menunggu Hak Konstitusional Lahir Kembali

By : Andi Sulastri - Ketua KOHATI HMI Komisariat Hukum Unhas 2012-2013

Siang itu, tak ada yang beda dari hari hari sebelumnya, Kota Makassar tersaput oleh panasnya terik matahari. Tapi, hal itu tak menyurutkan langkahku dan seorang temanku lainnya untuk menemui seorang narasumber demi sebuah amanah penting. Sesampai di kediaman Pak Arial (samaran), narasumber yang  ingin kami temui, kami mendapat sambutan hangat oleh anggota keluarganya.

Di sana kami menyaksikan beberapa aktivitas, layaknya dilakukan oleh orang normal biasanya, menjahit, mengukir, menyulam dan beberapa kegiatan lainnya. Tak berselang lama, Pak Arial datang dan menghampiri kami, Ia begitu ramah dan selalu menaruh senyum di setiap pembicaraan kami dengannya.

Pak Arial memulai ceritanya ketika Ia masih berada di bangku kuliah. Katanya, Ia termasuk mahasiswa yang pandai di kelasnya, beberapa kali ia berhasil memperoleh juara, terakhir, ia mendapatkan juara pertama dalam sebuah ajang perlombaan se- Kota Bogor. Hal inilah yang menjadi tiket untuknya melanjutkan studi di sebuah Perguruan Tinggi di Bogor, namun sayangnya, hanya tiga bulan ia berada di institut perguruan tinggi itu, ia harus dikeluarkan dengan alasan cacat.

Kejadian yang dialami oleh Pak Arial sedikit mengagetkan kami, pasalnya Pak Arial yang notabene adalah warga Negara Indonesia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan. Lihat saja, potongan kalimat dalam pasal, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi  meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Padahal, sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia Pak Arial juga sama dengan warga lainnya, yang memiliki hak konsititusional. Lantas, apa dan bagaimana hak konstitusional itu? Mari kita intip sedikit beberapa referensi yang menuliskan tentang hak konstitusional.

Prof. Jimly Asshiddiqie, seorang Pakar Hukum Tata Negara, dalam sebuah acara Dialog Publik menerangkan bahwa Hak Konstitusional sama halnya dengan hak asasi manusia. Menurutnya, hal itu dikarenakan hak asasi manusia itu telah tercantum dengan tegas dalam UUD 1945, sehingga secara resmi juga hak asasi manusia menjadi hak konstitusional setiap warga negara atau “constitutional rights”.

Namun, bagi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini yang harus dipahami bahwa tidak semua hak konstitusional identik dengan hak asasi manusia. Karena, baginya terdapat hak konstitusional warga negara yang tidak termasuk ke dalam bagian hak asasi manusia. Misalnya saja, hak setiap warga negara untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan adalah hak konstitusional, namun hal ini tidak berlaku bagi setiap orang yang bukan warga Negara. Tapi, setiap hak asasi manusia sudah barang tentu dikatakan sebagai bagian dari hak konstitusional.

Berikut hak hak yang dikategorikan ke dalam hak konstitusional:
Hak asasi manusia tertentu yang hanya berlaku sebagai hak konstitusional bagi Warga Negara Indonesia saja. Misalnya, (i) hak yang tercantum dalam pasal yang menyatakan, “Setiap Warga Negara berhak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan”(ii) menentukan, “Setiap Warga Negara berhak mendapat pendidikan”; Ketentuan tersebut khusus berlaku bagi Warga Negara Indonesia, bukan bagi setiap orang yang berada di Indonesia;

Hak asasi manusia tertentu yang meskipun berlaku bagi setiap orang, akan tetapi dalam kasus-kasus tertentu, khusus bagi Warga Negara Indonesia berlaku keutamaan tertentu. Misalnya, pasal yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Meskipun ketentuan ini bersifat universal, tetapi dalam implementasinya, hak yang berkewarganegaraan asing dibedakan haknya dengan hak warga Negara Indonesia.

Hak Warga Negara untuk menduduki jabatan-jabatan yang diisi melalui prosedur pemilihan, seperti Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Walikota, Kepala Desa, Hakim Konstitusi, Hakim Agung, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, anggota lembaga permusyawaratan dan perwakilan yaitu MPR, DPR, DPD dan DPRD, Panglima TNI, Kepala Kepolisian RI, Dewan Gubernur Bank Indonesia, anggota komisi-komisi negara, dan jabatan-jabatan lain yang diisi melalui prosedur pemilihan, baik secara langsung atau secara tidak langsung oleh Warga Negara Indonesia.

Hak Warga Negara untuk diangkat dalam jabatan-jabatan tertentu (appointed officials), seperti tentara nasional Indonesia, polisi negara, jaksa, pegawai negeri sipil beserta jabatan-jabatan struktural dan fungsional dalam lingkungan kepegawaian, dan jabatan-jabatan lain yang diisi melalui pemilihan.

Mari kembali melihat kasus Pak Arial yang jangankan untuk memperoleh pendidikan yang layak, bahkan untuk sekadar mendapatkan perlakuanpun, ia masih harus terpontang panting lantaran kerap mendapatkan perlakuan tidak adil dan diskriminatif. Lantas, sejauh ini apa yang telah dilakukan pemerintah untuk menekan sikap ketidakadilan yang kerap hadir di masyarakat?

Senin, 22 April 2013

Perbedaan antara Perjanjian dengan MoU


A.        Nota Kesepahaman

Nota Kesepahaman atau juga biasa disebut dengan Memorandum of Understanding ("MoU") atau pra-kontrak, pada dasarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia. Akan tetapi dalam praktiknya, khususnya bidang komersial, MoU sering digunakan oleh pihak yang berkaitan.
 
MoU merupakan suatu perbuatan hukum dari salah satu pihak (subjek hukum) untuk menyatakan maksudnya kepada pihak lainnya akan sesuatu yang ditawarkannya ataupun yang dimilikinya. Dengan kata lain, MoU pada dasarnya merupakan perjanjian pendahuluan, yang mengatur dan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mengadakan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum membuat  perjanjian yang lebih terperinci dan mengikat para pihak pada nantinya.
 
Mengutip dari Jawaban Biro Riset Legislative (Legislative Research Bureau's)bahwa MoU didefinisikan dalam Black’s Law Dictionary sebagai bentukLetter of Intent. Adapun Letter of Intent didefinisikan:
 
“A written statement detailing the preliminary understanding of parties who plan to enter into a contract or some other agreement; a noncommittal writing preliminary to acontract. A letter of intent is not meant to be binding and does not hinder the parties from bargaining with a third party. Business people typically mean not to be bound by a letter of intent, and courts ordinarily do not enforce one, but courts occasionally find that a commitment has been made...”
 
Dengan terjemahan bebasnya:
 
“Suatu pernyataan tertulis yang menjabarkan pemahaman awal pihak yang berencana untuk masuk ke dalam kontrak atau perjanjian lainnya, suatu tulisan tanpa komitmen/tidak menjanjikan suatu apapun sebagai awal untuk kesepakatan. Suatu Letter of Intent tidak dimaksudkan untuk mengikat dan tidak menghalangi pihak dari tawar-menawar dengan pihak ketiga. Pebisnis biasanya berarti tidak terikat dengan Letter of Intent, dan pengadilan biasanya tidak menerapkan salah satu, tapi pengadilan kadang-kadang menemukan bahwa komitmen telah dibuat/disepakati...”
 
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa MoU melingkupi hal-hal sebagai berikut:
 
1)    MoU merupakan pendahuluan perikatan (landasan kepastian);
2)    Content/isi materi dari MoU hanya memuat hal-hal yang pokok-pokok saja;
3)    Dalam MoU memilki tenggang waktu, dengan kata lain bersifat sementara;
4)    MoU pada kebiasaannya tidak dibuat secara formal serta tidak ada kewajiban yang memaksa untuk dibuatnya kontrak atau perjanjian terperinci; dan
5)    Karena masih terdapatnya keraguan dari salah satu pihakkepada pihak lainnya, MoU dibuat untuk menghindari kesulitan dalam pembatalan.
 
B.        Perjanjian
 
Perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana salah satu pihak (subjek hukum) berjanji kepada pihak lainnya atau yang mana kedua belah dimaksudsaling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sebagaimana diatur dalamPasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).
 
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa suatu perjanjian mengandung unsur sebagai berikut:
 
a)    Perbuatan
Frasa “Perbuatan” tentang Perjanjian ini lebih kepada “perbuatan hukum” atau “tindakan hukum”.Hal tersebut dikarenakan perbuatan sebagaimana dilakukan oleh para pihak berdasarkan perjanjian akan membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan tersebut.
 
b)    Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih
Perjanjian hakikatnya dilakukan paling sedikit oleh 2 (dua) pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum (subjek hukum).
 
c)     Mengikatkan diri
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Artinya, terdapat akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
 
Adapun suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak maka perjanjian dimaksud haruslah  memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPer, yang menyatakan:
1)    Adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut;.
2)    Cakap untuk membuat perikatan.
Para pihak mampu membuat suatu perjanjian, dalam hal ini tidak tekualifikasi sebagai pihak yang tidak cakap hukum untuk membuat suatu perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1330 KUHPer.
 
Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap sebagaimana tersebut di atas, maka Perjanjian tersebut batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPer).
3)    Suatu hal tertentu.
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Dalam hal suatu perjanjian tidak menentukan jenis objek dimaksud maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Sebagaimana Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian. Selain itu, berdasarkan Pasal 1334 KUHPer barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
4)    Suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Sebagaimana Pasal 1335 KUHPer menyatakan suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
 
C.        Kekuatan Hukum antara MoU dan Perjanjian
 
Sejatinya, MoU belumlah melahirkan suatu Hubungan Hukum karena MoUbaru merupakan persetujuan prinsip yang dituangkan secara tertulis. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, MoUyang dituangkan secara tertulis baru menciptakan suatu awal yang menjadi landasan penyusunan dalam melakukan hubungan hukum/perjanjian.
 
Kekuatan mengikat dan memaksa MoU pada dasarnya sama halnya dengan perjanjian itu sendiri. Walaupun secara khusus tidak ada pengaturan tentang MoU dan materi muatan MoU itu diserahkan kepada para pihak yang membuatnya.
 
Di samping itu, walaupun MoU merupakan perjanjian pendahuluan, bukan berarti MoU tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa bagi para pihak untuk mentaatinya dan/atau melaksanakannya.
 
Perhatikan Isinya bukan Namanya
 
Terkadang, ada perjanjian yang diberi nama MoU. Artinya, penamaan dari dokumen tersebut tidak sesuai dengan isi dari dokumen tersebut. Sehingga MoU tersebut memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana perjanjian.
 
Dalam hal suatu MoU telah dibuat secara sah, memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana disebut dalam Pasal 1320 KUHPer, maka kedudukan dan/atau keberlakuan MoU bagi para pihak dapat disamakan dengan sebuah undang-undang yang mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Tentu saja pengikat itu hanya menyangkut dan sebatas pada hal-hal pokok yang termuat dalam MoU.
 
Maka berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa mengenai kekuatan hukum dari MoU dapat mengikat para pihak, apabilacontent/isi dari MoU tersebut telah memenuhi unsur perjanjian sebagaimana telah diuraikan di atas, dan bukan sebagai pendahuluan sebelum membuat perjanjian, sebagaimana maksud pembuatan MoU sebenarnya.
 
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat dan dapat menjawab pertanyaan yang Saudara ajukan. Terima kasih.
 
Dasar hukum:

Referensi:
Black’s Law Dictionary

Source : hukumonline.com
Situs-Indonesia.com